Selasa, 22 September 2015

The Same Date ( Combo Day )

Hari ini ulang tahunku.

Orang bilang ini perayaan atau sesuatu yang hanya datang sekali dan harus disambut dengan baik, tapi aku tak merasa ada yang spesial di hari ulang tahun ku.

Bahkan jika teman-teman tak mengucapkan kata “Selamat Ulang Tahun”, “Happy Birthday” atau kata lain sejenisnya, aku tak ingat dihari ini umurku bertambah.

Benar-benar tak ada yang istimewa saat ini.

Bukan aku tak mendapatkan apa-apa hari ini atau aku tak merasa senang aku masih diberi umur sampai saat ini. Aku senang. Benar-benar senang. Tapi entah mengapa memang aku tak merasa ada yang spesial saat ini.

Mungkin ini sedikit konyol atau sedikit munafik kedengarannya, tapi sungguh tak ada yang spesial saat ini.

Matahari mulai tergelincir dan tak ada yang aneh hari ini. Semua berjalan seperti biasanya.

Sampai senja mulai bangkit, aku mulai merasa ada sedikit kejanggalan dirumah ku.

Seisi rumah entah dimana kehadirannya. Kosong, benar-benar kosong, bagai seluruh penghuni rumah yang lebih pantas jika dari awal ku sebut keluarga hilang ditelan bumi.
Ku ambil ponsel dan ku kirim pesan singkat pada ibuku, tak ada jawaban.

Satu jam telah berlalu, dimulai saat aku mengirim pesan itu. Masih tak ada jawaban.

Sejam kemudian. Jawaban tak kunjung datang.

Kesal mulai datang pada diriku, jika tiba-tiba keluarga ku datang dengan wajah gembira dan tersenyum padaku dengan ramahnya, mungkin aku tidak langsung membalas senyum manisnya. Aku telah terbakar api amarah. Walaupun mereka membawa kue besar atau hadiah yang jika dipikir pantas untuk orang yang berulang tahun. Aku pun harus berpikir dulu untuk mengubah kesalku. Aku tau ini bukan hal yang baik, tapi entahlah aku bingung. Ini tak masuk akal bagiku.

Saat malam mulai bangkit dari tidur siangnya, seseorang datang mengetuk pintu rumahku. Ini pasti keluargaku, ku buka pintu. Dan benar saja ini keluarga ku, keluarga ku disekolah. Teman. Ia datang dan menanyai sesuatu yang tak ingin ku jawab saat ini, maaf saja aku benar-benar tak ingin kedatangan seseorang hari ini. Dimana keluargaku?

Kalimat itu kembali melekat dibenakku.

Tak lama kemudian, sorot lampu yang cukup menyilaukan mengarah tepat kedepan rumahku. Langsung ku buka pintu, ini keluarga ku. Tapi ada wajah cemas di setiap raut wajahnya. Ibu, ayah, abang, semua raut wajah nya sama, raut wajah yang tak bisa kuartikan apa artinya. Aku bingung.

Akhirnya kutanyakan pada ibuku, dan jawaban dari ibuku hanya dengan menarik tanganku, masih dengan raut wajah yang sama. Aku masih bingung, banyak pertanyaan yang ingin aku lontarkan kepada mereka. Jika perlu ku lontarkan semua pertanyaan secara bersamaan untuk mempersingkat waktu yang ada. Tapi aku tau ini bukan waktu yang pantas untuk itu semua. Ku urungkan niatku untuk melakukan itu semua. Hanya ada kebingungan di ujung hari yang orang bilang ini hari paling spesial untukku.

Seperjalanan, kesal melanda ku lebih parah dari sebelumnya. Tapi aku bukanlah tipikal orang yang akan melampiaskan emosiku pada kondisi disekitar. Hanya dipendam, walau rasanya ada yang mengganjal dan seakan ingin ku teriak di ujung bukit pulau yang kosong. Agar tak ada yang tau keadaan ku saat ini.

Rumah Sakit? Kenapa mereka mengajak ku kesini? Bagai ribuan lebah mengerubungi bunga terbaik di hamparan taman indah nan luas. Aku dikerubungi pertanyaan yang aku sendiri pun bingung harus dari mana ku jawab.

Bingung. Hari yang semula ku jalani seperti biasa, berubah dengan drastisnya.

Tiba-tiba ibuku berhenti di sebuah ruang diantara lorong-lorong yang bagiku ini bukanlah hal yang biasa. Sudah ada beberapa orang yang berdiri dan duduk-duduk dekat dengan pintu yang ibuku selalu pandangi. Tak ada wajah yang asing diantara orang-orang itu, mereka saudara dan kerabat keluargaku. Sebenarnya ada apa?

Sepintas aku terpikir sesuatu, dimana kakak perempuan ku? Ini benar-benar sesuatu yang mengguncang keadaanku, mengapa aku baru ingat bahwa seseorang yang sangat aku sayangi tidak ada di sekitar ku? Dimana? Dimana? Hanya itu yang ingin aku tahu.

Semua yang ada disana ternyata memasang raut wajah yang sama, raut wajah yang kulihat pada ibuku dan keluargaku saat menjelang malam, raut wajah yang ku benci untuk ku pandangi. Pertanyaan itu benar-benar tak bisa ku tunda dan ku pendam untuk menunggu jawabannya. “Disana!” sorot matanya menuju ruang yang tak mau aku masuki.

Apaaa?? Mengapa sekarang? Apa ini sudah waktunya? Aku tak mengerti tulisan yang terpampang diatas pintu yang dari tadi selalu disorot mata salah satu dari kami, tapi yang ku tahu itu ruang untuk melahirkan dengan operasi.

Operasi? Entah mengapa mendengar atau membaca kata “operasi” merupakan sesuatu yang menakutkan bagiku, entah apa itu operasi aku pun tak begitu paham apa maksudnya. Yang jelas sebenarnya aku tak mau kata itu terbesit di pikiran ku.

Akhirnya ibuku mulai membuka suara, kakak ku harus melahirkan hari ini, karena apa masalahnya aku tak ingin tahu.

Hanya saja aku ingin melihat kakak ku dengan segera, rasa rindu bagai bertahun-tahun tak bertemu atau bagai saudara kembar yang terpisah. Aku tak pernah merasa serindu ini, padahal pagi hari sebelum ke sekolah, aku sempat bercanda dengannya dulu. Tapi bagai telah puluhan tahun aku tak bertemu dengannya.

Semua perasaan yang semula ada pada diriku berubah menjadi takut. Entah mengapa hari ini perasaan ku berubah dengan seketika dan berubah begitu saja.

Tiba-tiba sesosok lelaki membuka pintu dan ternyata suami dari kakakku. Saat itu bagai waktu tak berjalan atau bergerak dengan sangat lambatnya. Raut wajahnya lebih membingungkan dari raut wajah orang-orang sebelumnya. Sepatah kata, berjuta kegembiraan “Alhamdulillah”.

Tak bisa ku tulis lagi dan ku ungkapkan begitu saja.

Yang ku tahu, ini hari ulang tahun yang benar-benar sangat tak ku pedulikan.

Hari ini, 22 September, hari ulang tahunku, hari dimana aku memiliki keponakan. Hari yang benar-benar bingung untuk kuluapkan.

My nephew was born, and the date same as the date of my birth.